Yang Beda dari Maliq & D’Essentials di Album Raya Part I

Selama satu dekade lebih, tak kelewat batas rasanya bila Maliq & D’Essentials disebut menjadi satu dari sekian grup musik bergenre jazz – terlepas mereka secara pribadi menamai tipe musik yang dibawanya itu dengan ‘organic music’ – terbaik di jagat musik Indonesia. Setiap lagu di album barunya, kita sebagai penikmat musik awam kerap disuguhkan bentuk jazz yang beda. Menandai bila mereka amat terampil memainkan genre musiknya sendiri. Lagu pembuka, “Sayap”, pada Senandung Senandika, misalnya, kita diperdengarkan fusion-jazz yang kental dengan ritme yang menyembul dari perangkat musik elektronik synthesizer. 

Beda lagi dengan track keempat mereka di album pertama, 1st, yang berjudul “Kangen”. Improvisasi bass, drum, dan piano menciptakan tempo jazz klasik atau ‘New Orleans Style’ yang begitu karib di telinga pada lagu ini. “Semesta”, track kedua di album bertahun rilis 2014, Musik Pop, kita didengungkan secara lamat-lamat mirip lagu “You Make Me Feel So Young”-nya Frank Sinatra yang lekat dengan swing jazz. Di “Dunia Sekitar”-nya Sriwedari, yang meluncur setahun sebelumnya, 2013, tiba-tiba Jawa, personil mereka yang biasa membetot bass, tampil dengan tabuhan alat gendang conga, perangkat musik yang akrab dengan musisi beraliran afro-cuban jazz Poncho Sanchez. 

Sama bedanya dengan “Free Your Mind”, lagu yang juga menjadi judul album kedua mereka. Berada di posisi keenam dari daftar lagu di album versi deluxe-nya yang keluar pada 12 tahun silam itu terdengar lebih digitally dan electronically, sekaligus terasa kontemporer. Unsur funk yang samar juga terlihat pada lagu ini. Penggemar berat musik jazz pasti mengira, jangan-jangan “Free Your Mind”-nya Maliq & D’Essentials itu terpengaruh lagu-lagu yang dibawa Nils Petter Molvaer, seniman musik besar berumur 59 tahun berkebangaan Norwegia yang terkenal dengan haluan european jazznya. 

Begitu pun The Beginning Of A Beautiful Life, yang mana lagu di track keenamnya, “Berbeda”, petikan gitar jazz Arya Aditya Ramadhya atau Lale sangat dominan pada bagian intro dan seperempat akhir di sini. Pukulan drum yang cepat nan menghentak ala rock oleh Widi di tengah lagu, dan hanya sebentar itu, membius pendengarnya ke funk-jazz. Sama halnya dengan lagu di album-album mereka sebelumnya, Raya yang dirilis dalam tiga tahap itu hadir dengan sudut jazz yang berbeda pula. “Bertemu”, lagu pembuka di part I, temponya sekilas memang serupa dengan “Terlalu”, satu dari dua lagu andalan di album keempat mereka The Beginning Of A Beautiful Life itu. Tapi, bagi yang mendengarnya seksama, walaupun “Bertemu” dan “Terlalu” sama-sama berjenis groovy-jazz yang dapat menyentuh emosi mustamiknya untuk nge-dance, ada ritme yang bertentangan di keduanya. 

Pada “Bertemu”, semisal, kita akan menemukan begitu dominanya suara keyboard yang ditunjukkan sang pianis Ilman Ibrahim alias Ilman, dan pada saat yang sama betotan bass dari Jawa cuma tercium sekelebat saja. Sebaliknya, di sana-sini nada bass sangat mendengung pada “Terlalu”. Barangkali, karena lagu yang disebut terakhir itu ingin menggambarkan situasi haru seseorang, sebagaimana terlihat dari penggalan liriknya: “Tak bisa terus menerus engkau menjaga/Perasaan hati yang terlena/Semakin lama semakin menyiksa”. Maka, nada bass yang menderu-deru tersebut sangat mendukung seseorang yang suasana hatinya tengah tersiksa itu. Sementara “Bertemu” adalah lagu yang bernuansa gembira, dan piano elektronik yang dipencet Ilham sambil secara kolektif diiringi gebukan drum Widi yang minim kelihatannya bisa mewakili perasaan riang itu. 

Emang itu yang dirasakan. Di lagu itu bercerita seseorang yang hatinya sedang senang karena menemukan sesuatu,” kata Widi yang jadi salah satu penulis liriknya saat konferensi pers virtual yang secara eksklusif dihadiri Siasat Partikelir di 17 Agustus kemarin. Adapun di track kedua Raya, “Memori”, merupakan lagu yang mengilustrasikan bagaimana kekuatan ingatan akan segala kejadian hari ini dan kemarin yang tak bisa berubah dan akan mendorong imajinasi tentang esok hari. Di sini, tempo drum, keyboard, serta gitar bercampur baur: menghasilkan lagu yang kaya dengan improvisasi musik, dengan tetap membawa pendengarnya untuk berdansa kesana-kemari. Dengan nuansa seperti 80’an, jika boleh diserupakan, mungkin mirip dengan “Watermelon Man”nya Jimmy Smith, tapi “Memori” punya ritme sedikit cepat. Bila kalian tak percaya, dapat didengar sendiri melalui aplikasi Inspigo, sedangkan di layanan streaming lainnya akan diputar dalam waktu dekat.       

Teks: Emha Asror
Visual: Arsip Maliq & D’Essentials

   

Debut Kathmandu Dalam Kancah Musik Indonesia

Musisi duo terbaru di Indonesia telah lahir. Penyanyi bernama Basil Sini bersama seorang produser sekaligus multi-instrumentalist bernama Marco Hafiedz membentuk duo bernama KATHMANDU. Dengan genre Pop-Rock, KATHMANDU menyapa penikmat musik...

Keep Reading

Sisi Organik Scaller Dalam "Noises & Clarity"

Kabar baik datang dari Scaller yang baru saja merilis live session (8/7/23) yang kemudian diberi tajuk “Noises & Clarity”. Dalam video ini, grup musik asal Jakarta tersebut tampil membawakan 5...

Keep Reading

Single Ketiga Eleanor Whisper Menggunakan Bahasa Prancis

Grup Eleanor Whisper asal kota Medan yang telah hijrah ke Jakarta sejak 2019 ini resmi merilis single ke-3 yang diberi tajuk “Pour Moi”. Trio Ferri (Vocal/ Guitar), Dennisa (Vocals) &...

Keep Reading

Sajian Spektakuler KIG Live!

Umumkan kehadirannya sebagai pemain baru pada industri konser musik Indonesia, KIG LIVE yang merupakan bagian dari One Hundred Percent (OHP) Group menggelar acara peluncuran resmi yang juga menampilkan diskusi menarik...

Keep Reading