Napas Panjang Mr. Sonjaya

Mr. Sonjaya adalah nama yang punya tempat spesial di scene musik balada Indonesia. Lewat beberapa karyanya, mereka berhasil memotret kehidupan di sekitar dengan baik dan presisi. Praktek berkeseniannya begitu dekat dengan isu-isu keseharian yang ada di hidup orang-orang biasa seperti kita yang membaca tulisan ini.

Beberapa waktu yang lalu, mereka baru saja merilis single baru yang berjudul Sedang dalam Suasana Cerah. Sekaligus mengumumkan formasi baru yang hanya tinggal menyisakan tiga orang personil lama, Dimas Wijaksana, Ridha Kurniawan dan Yaya Risbaya. Single itu ditemani sebuah video yang super ironis; merekam kampung kota yang sedang terancam dengan hidup yang terlihat ringan di dalamnya. Padahal, yang sebenar-benarnya begitu kompleks persoalannya.

Buat saya pribadi, ini salah satu band bagus yang underrated. Plus, mereka punya napas panjang untuk terus berkarya. Silakan disimak wawancaranya di bawah. Sembari kemudian menaruh doa di ruang personal, semoga album penuh kedua mereka segera tiba sesuai janji. (*)

Apa kabar Mr. Sonjaya sekarang? Masih punya energi main musik yang besar?

Dimas Wijaksana (D): Masih baik, karya dan ruang bermain musik malah tambah besar. Soalnya aku sudah nggak bantuin teman di bisnis mereka.

Ridha Kurniawan (R): Sehat-sehat semuanya. Tentu saja masih punya energi besar. Apalagi dengan formasi yang sekarang. Tapi mungkin, perlu latihan bareng lagi. Sudah cukup lama tidak latihan di studio. Haha.

Apa sih yang membuat kalian perlu untuk mengganti personil? Haha. Ada apa?

D: Anjir, pertanyaan sulit.

R: Musik Mr. Sonjaya ingin lebih berkembang. Dengan personil yang kemarin agak sulit, tanpa mengecilkan skill mereka. Tapi di luar musik, hubungan kita masih baik-baik saja.

Bongkar pasang personil itu enak nggak sih dalam kacamata sebuah band?

D: Nggak. Karena pada kenyataannya, musik adalah bagaimana aku ketemu orang, aku ketemu sayang, aku ketemu aku.

R: Mr. Sonjaya itu rumah bermain saya. Jadi, selama rumah itu tetap sama, nggak ada masalah sih. Mudah-mudahan yang sekarang adalah penghuni terakhir.

Yaya Risbaya (B): Masing-masing orang punya kesibukan dan ketika sudah tidak lagi satu tujuan, saya rasa sah-sah saja.

Anjrit, penghuni terakhir. Tapi ya, si band ini gimana sih? Maksudnya sekarang, apa yang ingin kalian kejar?

R: Dengan kondisi tiga orang sudah berkeluarga ditambah kita hidup di dua kota berbeda, kita masih punya target untuk menyelesaikan album kedia. Materinya hampir selesai. Insya Allah mungkin setelah pilpres selesai. Setelah album beres pun, masih banyak pencapaian yang belum tercapai.

D: Aku mau mengejar orang di ruang masing-masing. Ingin mengajak mereak berpikir tentang lirik yang dibangun, melawan di ruang yang aku sebar. Meski mungkin orang nggak tahu apa yang aku maksud. Intinya, spirit yang baik. Semoga selalu hidup sampai mati nanti.

Mensiasati tinggal di dua kota berbeda gimana?

R: Harusnya sih nggak masalah. Karena kita sudah bareng-bareng sudah cukup lama. Ada masanya ketika saya masih di Bandung, latihan bisa seminggu empat kali. Jadi, saya cukup mengenal karakter Dimas dan Baya dari segi musikalitas. Cuma prosesnya karena beda kota jadi lebih lambat. Kami perlu berterima kasih pada perkembangan teknologi komunikasi.

D: Kalau dirasakan susah sih, seperti LDR (long distance relationship –red). Tapi ya saling percaya aja. Toh si band tetap jadi ruang untuk mencurahkan isi hati meski jarak memisahkan. Haha.

Nah, target yang dipasang setelah pilpres itu, sekarang jadi sesuatu yang realistis?

R: Selama kita masih sehat, itu target yang realistis kok.

D: Iya. Realistis. Karena kami nggak akan jadi target intel sebagai penyebar golput. Materi album sudah hampir rampung. Tinggal tugas anak Jakarta menyelesaikan.

Apa yang ingin disampaikan ke orang banyak lewat album kedua ini? Kalian mungkin kan fanbase belum luas, tapi diingat orang karena karya yang ‘menyentil’ dan terasa dekat.

R: Kami ingin menyampaikan ekspresi tentang perasaan dan ide dalam bentuk sebuah karya musik yang dituangkan dalam bentuk sepuluh lagu nantinya.

D: Sebelum single Sedang dalam Suasana Cerah ini, saya adalah orang yang sangat terpukul. Kepergian ibunda membuat saya malas bikin apapun. Titik balik semuanya adalah ketika melihat Baya bikin Irama Anak. Dia merangkul sekitar dengan menghasilkan karya. Dan itu membuat saya terlecut kembali untuk hidup. Sepuluh lagi yang kami garap nanti benar-benar siasat kami untuk melanjutkan apa yang sudah dibangun. Semoga sampai tua nanti berkarya akan selalu ada. Itulah yang ingin disampaikan, ikhlas atau hidup.

Tentang Sedang Dalam Suasana Cerah. Kalian keluar dengan sebuah single baru tanpa aba-aba dan kemudian menggarapnya secara visual dengan sebuah video kampung kota yang seringkali terabaikan. Idenya datang dari mana?

D: Ide untuk mengangkat Taman Sari memang sudah dari dulu ada di dalam keinginan. Ketika semua sedang abai akan ruang itu, kami justru ingin bersama mereka yang secara emosional selalu menerima kami layaknya warga di sana. Bahkan beberapa teman membuat program musik anak di sana. Videonya harus tanya si Ridha, dia yang punya konsep membuat seperti itu.

R: Saya awalnya ingin membuat sebuah konsep video yang sederhana. Berbeda dengan video sebelumnya yang sinematik. Penggunaan kamera dan pengambilan gambarnya sederhana juga. Lalu, konsep itu direspon oleh anak-anak dengan mengusulkan pengambilan gambar di daerah Taman Sari. Karena Dimas dan Baya memiliki hubungan emosional yang kuat dengan tempat itu.

Hubungan emosional apa? Kalian pernah hidup di sana?

D: Ya, tinggal dan berbaur dengan warga yang sangat khas dengan kehidupan kta. Ada preman, ada pelacur, ada tukang parkir. Mereka yang ingin anak-anaknya tidak seperti orang tuanya. Bahkan ada beberapa yang menganggap saya dan Baya orang yang baik. Padahal mah, waeeee. Haha. Sampai pas bikin video, satu hari di sana, semua rumah membuka diri untuk kami.

Kalian menafsirkan musik balada dengan baik, melalui relasi-relasi cerita seperti ini. Kadang, terasa juga agak politikal. Sebenarnya, seberapa politis sih karya-karyanya Mr. Sonjaya?

D: Kami selalu akan menyelipkan pandangan politik atau nilai politis. Bahkan mungkin teologis, meski dalam kadar pop hingga tersamarkan. Namun, biarlah orang yang menafsirkan.

R: Dimas mah bicara politik dibalut kisah romansa. Haha.

D: Ya, karena sesuatu yang politis itu romantis.

Apakah penting buat kalian bahwa musik dan ceritanya bisa sampai sesuai dengan apa yang dimaksud ketika menulisnya?

D: Penting nggak penting sebenarnya. Soalnya fungsi metafor yang dibuat memang sengaja multitafsir. Akan jadi beban juga jika harus menyeragamkan pikiran pendengar. Kecuali jika sesuatu yang saklek seperti lagu Berduyun-duyun. Tapi, kalau pendengar bisa menafsirkan sama seperti penulisnya, ada rasa bahagia tersendiri.

Berarti misi berhasil ya? Anyway, kalian ingin menjadi band besar nggak sih? Yang, umm… setahun main 50-60 kali gitu, misalnya.

D: Seperti Iwan Fals atau Slank, yang lagunya masuk di gang-gang. Itu impian personal saya. Meski tetap sadar diri juga, pencapaian tersebut adalah proses yang panjang dengan karya yang memang harus luar biasa?.

Pertanyaan pamungkas, kapan albumnya akan keluar?

D: Itu, setelah pemilu. Paling telat sehabis lebaran menunggu bapak-bapak rumah tangga memutuskan. Haha.

Teks dan wawancara: Felix Dass
Foto: Dok. Mr. Sonjaya

Sisi Organik Scaller Dalam "Noises & Clarity"

Kabar baik datang dari Scaller yang baru saja merilis live session (8/7/23) yang kemudian diberi tajuk “Noises & Clarity”. Dalam video ini, grup musik asal Jakarta tersebut tampil membawakan 5...

Keep Reading

Single Ketiga Eleanor Whisper Menggunakan Bahasa Prancis

Grup Eleanor Whisper asal kota Medan yang telah hijrah ke Jakarta sejak 2019 ini resmi merilis single ke-3 yang diberi tajuk “Pour Moi”. Trio Ferri (Vocal/ Guitar), Dennisa (Vocals) &...

Keep Reading

Sajian Spektakuler KIG Live!

Umumkan kehadirannya sebagai pemain baru pada industri konser musik Indonesia, KIG LIVE yang merupakan bagian dari One Hundred Percent (OHP) Group menggelar acara peluncuran resmi yang juga menampilkan diskusi menarik...

Keep Reading

Crushing Grief Gandeng Dochi Sadega Dalam Single Terbaru

Unit pop-punk dari Manado, Crushing Grief, menggandeng Dochi Sadega dari Pee Wee Gaskins, dalam single terbaru mereka yang diberi tajuk “Hard Rain“. Single ini merupakan salah satu lagu yang diambil dari EP...

Keep Reading