Nada Siasat: Pilihan Susi Pudjiastuti

Susi Pudjiastuti dikenal sebagai mantan Menteri Kelautan dan Perikanan. Ia merupakan sosok eksentrik dengan rokok di antara jari dan tato di kulit yang menutupi tulang keringnya, hal yang sangat tidak lazim untuk orang penting kenegaraan. Suara seraknya pun sungguh menggelegar kala meneriakan jargon andalannya “tenggelamkan”.

Sayangnya, warna suara yang khas itu tidak pernah ia gunakan untuk mendalami dunia musik. Bahkan, saat para menteri di Kabinet Kerja membuat Elek Yo Band, ia tidak tertarik untuk ikut. “Paling kalau mereka perlu tukang joget, baru saya ikut,” tuturnya. “Suka dengar, nyanyi tidak suka, harus belajar.”

Biarpun begitu, ia mengaku menikmati musik. Ia tidak punya selera musik khusus, namun hal tersebut malah membuat lagu-lagu yang ia dengar tidak terduga. Berbagai nama seperti The Doors, B.B. King, hingga The Clash sempat terlontar dari mulutnya saat ditanya, “Ibu dengar musik apa saja”. Namun, ia segera melanjutkan jawabannya dengan nama-nama lain tanpa menjelaskan kenapa suka musisi tersebut. “Kita sering ngundang band blues ke sini,” katanya saat dijumpai Tim Siasat Partikelir. “Kalau yang all the time on the mood ya blues, tapi saya juga suka rege. Tapi enggak terlalu spesifik saya suka.”

Berikut beberapa lagu tertangkap telinga reporter Siasat Partikelir saat berbincang tentang selera musik bersama Susi Pudjiastuti:

Titiek Puspa – “Kupu-Kupu Malam”

Seperti ibu-ibu seumurannya, Susi Pudjiastuti menyukai beberapa nama musisi Indonesia yang seumuran dengannya. Ia menyukai Andi Meriem Mattalatta, Grace Simon, Maya Rumantir, termasuk Titiek Puspa.

“Kalau Indonesia, saya suka lagu-lagu lama, angkatan kita. Titiek Puspa juga saya senang lagu-lagu dia, ‘Kupu-Kupu Malam,” katanya. Pilihan ini ditaruh di depan karena menjadi lagu paling masuk akal yang mungkin dipilih sosok Susi Pudjiastuti.

Luciano Pavarotti – “Nessun Dorma”

Lagu ini (dan satu lagu setelahnya) juga lumayan wajar dipilih Susi. Bukan karena ke-“ibu-ibu”-annya, tapi lebih pada ke-“orang penting”-annya. Susi menyukai beberapa penyanyi tenor. Luciano Pavarotti merupakan salah satu favoritnya. Menurutnya, musik-musik semacam ini, dan juga klasik, dapat membawa ketenangan.

“Anak-anak selalu saya suruh satu hari paling tidak satu jam dengerin sebelum tidur. Cucu kan aku ada lima. Untuk cooling down mereka punya temperamen, saya suruh dengarin itu,” jelasnya. Selain Pavarotti, ia juga menyukai Andrea Bocelli.

Antonio Vivaldi – “La Primavera”

Sejak kecil, Susi Pudjiastuti sering mendengarkan musik klasik. Ini menumbuhkan rasa kecintaannya kepada musik jenis ini. Di antara beberapa nama yang ia sebutkan, ia memilih Vivaldi untuk diucapkan pertama.

“Saya suka Vivaldi karena (nuansanya) sedikit gembira,” ucapnya. “Bach juga suka, Mozart suka.”

Shakira – “Waka Waka (This Time for Arica)”

Dari pilihan ini ke bawah, pilihan Susi Pudjiastuti mulai melenceng, mungkin lebih tepatnya tidak (atau kurang) terduga. Pada dasarnya, ia memang menyukai lagu-lagu dengan tempo bersemangat. Menurutnya, lagu pengiring Piala dunia 2010 tersebut begitu menyenangkan.

“Kalau mau langsing, mau pinggangnya agak naik, ya dengarin lagu itu,” katanya.

The Clash – “Should I Stay or Should I Go”

Susi menyukai salah satu nomor andalan The Clash ini karena diksi dalam yang menarik dan musik yang cepat. “It really brings you up,” katanya. Pilihan band punk ini menunjukkan sisi rebel Susi Pudjiastuti seperti saat ia dikeluarkan dari sekolah karena kegiatannya mempromosikan golput di masa Orde Baru.

“Kamu tuh bikin saya pusing gitu loh. Aku nih mesti tinggal atau aku nih mesti pergi,” simpulnya tentang makna dari lagu tersebut. Untuk menambah konteks, Susi Pudjiastuti sempat menjadikan “Should I Stay or Should I Go” sebagai soundtrack hidupnya selama dua tahun, saat ia masih berada di kabinet.

Debbie Harry – “Rockbird”

Lagu ini dipilih bukan karena sekedar iramanya yang bagus. Susi juga menaruh hormat kepada pentolan dari grup new wave, Blondie, ini. Menurutnya, Harry adalah sosok perempuan yang berhasil. Mungkin, alasannya adalah ia melihat sebagian dari dirinya dalam figur Debbie Harry.

“Debbie Harry itu pemusik, perempuan tapi dia berhasil. Dia menata duitnya baik. Lagu-lagunya pun dia karang sendiri kan. Dia juga datang dari keluarga yang sebetulnya tidak kaya,” komentarnya tentang musisi asal Miami, Amerika Serikat itu.

The Animals – “House of the Rising Sun”

There is a house way down in New Orleans, they call The Rising Sun,” nyanyi Susi Pudjiastuti. Ia mencoba mengingat-ingat lagu tersebut tanpa menyebutkan judul atau musisi yang memainkannya. Namun, ia fasih menyanyikan setidaknya setengah dari “House of the Rising Sung”. Ia mengaku senang lagu tersebut hingga sering ia nyanyikan sendiri.

Teks: Abyan Nabilio
Visual: Arsip dari berbagai sumber

 

Sisi Organik Scaller Dalam "Noises & Clarity"

Kabar baik datang dari Scaller yang baru saja merilis live session (8/7/23) yang kemudian diberi tajuk “Noises & Clarity”. Dalam video ini, grup musik asal Jakarta tersebut tampil membawakan 5...

Keep Reading

Single Ketiga Eleanor Whisper Menggunakan Bahasa Prancis

Grup Eleanor Whisper asal kota Medan yang telah hijrah ke Jakarta sejak 2019 ini resmi merilis single ke-3 yang diberi tajuk “Pour Moi”. Trio Ferri (Vocal/ Guitar), Dennisa (Vocals) &...

Keep Reading

Sajian Spektakuler KIG Live!

Umumkan kehadirannya sebagai pemain baru pada industri konser musik Indonesia, KIG LIVE yang merupakan bagian dari One Hundred Percent (OHP) Group menggelar acara peluncuran resmi yang juga menampilkan diskusi menarik...

Keep Reading

Crushing Grief Gandeng Dochi Sadega Dalam Single Terbaru

Unit pop-punk dari Manado, Crushing Grief, menggandeng Dochi Sadega dari Pee Wee Gaskins, dalam single terbaru mereka yang diberi tajuk “Hard Rain“. Single ini merupakan salah satu lagu yang diambil dari EP...

Keep Reading