Kukuh Rizal Arfianto : Sun Eater adalah Keluarga Besar yang Punya Mimpi Sama

Berada di sirkuit musik independen, label rekaman dan perusahaan musik bernama Sun Eater kerap membuat mata khalayak penikmat musik tertuju padanya. Apapun yang dirilis oleh label rekaman asal Jakarta ini selalu pantang untuk dilewatkan. Meskipun terbilang sebagai pendatang baru, Sun Eater kerap membuat riuh ranah musik dengan karya-karya dari artis yang dinaunginya. Tercatat sejumlah musisi pun berada di balik panji label rekaman ini, katakanlah .Feast, Mantra Vutura, Agatha Pricilla, moniker Baskara Putra bernama Hindia dan lain sebagainya. 

Tak cukup hanya bergerak di wilayah label rekaman, Sun Eater pun berani pasang kartu di wilayah lain, salah satunya adalah menghelat sebuah pertunjukan bernama ‘Here Comes The Sun’. Kesuksesan Sun Eater dengan band dan gelarannya di edisi pertama pada tahun 2019 lalu memang pantas untuk diacungi jempol. Bagaimana tidak, ribuan penonton yang hadir bisa dibilang 100 persen bahagia dan senang dengan suguhan yang ada. Nama-nama besar musisi independen yang akan menjadi pengisi di Here Comes The Sun 2 ini di antaranya hampir sama dengan yang ada di edisi pertama, mereka adalah Hindia dengan band pengiring Lomba Sihir, kemudian Agatha Pricilla, Rayhan Noor, Aldrian Risjad, .Feast, Mothern, Mantra Vutura, Natasha Udu, dan Martials. 

Kami berkesempatan mewawancarai Kukuh Rizal Arfianto, orang penting di balik kesuksesan Sun Eater. Membicarakan segala sesuatu yang melingkupi Sun Eater juga gelaran Here Comes The Sun 2020 edisi virtual yang akan digelar sebentar lagi pada 31 Oktober – 1 November 2020. Selengkapnya di bawah ini..

Hal apa yang akhirnya memutuskan lo untuk membuat Sun Eater?

Banyak hal sih. Menurut gw, ketika gw dan temen temen ingin berkarya dan belum menemukan partner yang sesuai dengan apa yang kami bayangkan, itu salah satu alasan yang cukup kuat bagi kami untuk mengerjakan sendiri ide-ide dari karya kami dan membuat Sun Eater adalah salah satu mediumnya.

Apapun yang dirilis oleh Sun Eater sepertinya selalu berhasil menyita perhatian publik, entah itu dari si artisnya maupun dari karyanya. Ada strategi khusus dibaliknya?

Sepertinya terlalu dini untuk bisa menyebutkan bahwa setiap rilisan Sun Eater berhasil menyita perhatian publik. Kami biasanya melakukan persiapan yang cukup matang untuk tiap rilisan kami, biasanya dimulai dari 3 bulan sebelum. Mulai dari kreatif, marketing dan distribution plan, merchandise plan, dan masih banyak hal yang coba kami persiapkan agar rilisan kami bisa lebih maksimal di hari rilisnya.Hal hal seperti itu yang mungkin bisa membuat orang lebih ngeh produk rilisan-rilisan Sun Eater, baik dari segi lagu, atau pun visualnya.

Adakah alat ukur tertentu yang menurut lo musisi itu cocok buat gabung ke Sun Eater?

Karena masih baru, kami tidak menentukan terlalu spesifik musisi yang cocok bergabung dengan Sun Eater itu seperti apa, biasanya hal yang kami lakukan adalah berdiskusi terlebih dahulu dengan calon musisi tersebut, mulai dari konsep kreatifnya, konsep visualnya, dan lain lain, hingga kira-kira referensi albumnya seperti apa. Hal hal tersebut ditambah dengan chemistry mungkin bisa jadi salah satu pertimbangan kami mencari talent Sun Eater.

Apa yang menyenangkan dari menjalankan Sun Eater?

Kalo ditanya dari perspektif gw pribadi, gw melihat Sun Eater adalah keluarga besar yang punya mimpi-mimpi yang sama. Dan ruang-ruang diskusi yang muncul di sela-sela itu yang menurut gw sangat menyenangkan.

Di masa pandemi seperti sekarang, kesulitan apa saja yang biasa ditemui oleh Sun Eater? 

Banyak banget! Tapi gw yakin semua orang juga mengalami hal yang sama. Jadi kami di Sun Eater berusaha semaksimal mungkin untuk berusaha bangkit dari kondisi krisis ini. Misalnya dari panggungan offline, secara materil, kami juga cukup dirugikan karena kehilangan potensi sekian banyak rupiah karena banyak panggungan yang di cancel. Tapi mau gamau kami harus beradaptasi dengan kondisi hari ini, karena kami juga tidak tahu kapan kondisi ini akan berakhir.

Sun Eater juga punya gelaran bertajuk Here Comes The Sun (HCTS). Boleh diceritakan inisiatif awalnya bagaimana?

Ide awalnya dimulai dari kami ingin mengenalkan apa itu Sun Eater dan siapa saja musisi-musisi Sun Eater. Lalu kami juga punya ide bagaimana musik kami disuguhkan, dan kami ingin menjaga suguhan itu maksimal. Oleh karena itu, kami menjadikan HCTS sebagai selebrasi tahunan dari Sun Eater yang dimeriahkan oleh keluarga besar Sun Eater.

Hal menarik apa yang ditawarkan dari gelaran HCTS?

Banyak, yang jelas adalah di Here Comes The Sun, kami selalu memberi sesuatu yang belum pernah disajikan sepanjang tahun. 

HCTS 2019 lalu digelar secara luring, sedangkan HCTS sekarang digelar secara virtual. Adakah tantangan tertentu?

Pastinya ada. Event yang dilakukan virtual itu tidak semudah menyajikan event sebelum pandemic. Jauh lebih menyita waktu, tenaga, dan biaya mungkin. Tapi kami harus maju terus dan belajar lebih banyak lagi agar bisa menyajikan event yang selalu diingat oleh pendengar Sun Eater.

Terkadang gelaran virtual  belum bisa menyamai gelaran secara luring, khususnya di ranah kepuasan penonton. Bagaimana tanggapan lo? adakah siasat tertentu agar HCTS edisi virtual ini tetap bisa memuskan para penonton?

Menurut gw gelaran virtual tidak akan bisa menyamai experience dari gelaran offline, dan kami di Sun Eater tidak berusaha untuk mengejarnya. Kami berusaha memaksimalkan experience gelaran online tersebut melalui fitur-fitur yang ada, misalnya interactive chat, dan lain lain.

HCTS tahun sekarang ada dua konten ya, showcase sama dokumenter. Yang terakhir sepertinya tak kalah menarik. Hal apa yang nanti diangkat di dokumenter tersebut?

Nah ini adalah salah satu plan jangka panjang Sun Eater. Kami sangat mencintai story telling dan kami memulainya dengan memproduksi film-film dari berbagai kegiatan kami baik offline dan online. Untuk film HCTS kali ini, nanti nya penonton bisa melihat dari belakang proses pembuatan dari HCTS virtual tahun ini. Mulai dari proses meeting, latihan, ataupun backstage dari gelaran HCTS virtual.

Silahkan klik gambar ini untuk membeli tiket

Teks: Dicki Lukmana
Visual: Arsip dari Sun Eater

SKJ'94 Kembali Menghentak Lantai Dansa

Penamaan genre musik rasanya sudah menjadi hal umum sekarang ini. Sama seperti grup musik yang pernah mewarnai hiruk pikuk industri musik Indonesia era 2000 awal yang mengkategorikan musiknya sendiri ke...

Keep Reading

Interpretasi Pendewasaan Bagi Prince Of Mercy

Terbentuk sejak 2011 silam di kota Palu, Prince Of Mercy lahir dengan membawa warna Pop Punk. Digawangi oleh Agri Sentanu (Bass), Abdul Kadir (Drum), Taufik Wahyudi (Gitar), dan Sadam Lilulembah...

Keep Reading

Kembali Dengan Single Experimental Setelah Setahun Beristirahat

Setelah dilanda pandemi covid-19, tahun 2023 sudah semestinya menjadi momentum bagi seluruh rakyat Indonesia untuk berpesta dan bersuka ria. Di sinilah momen ketika Alien Child kembali hadir dan menjadi yang...

Keep Reading

Luapan Emosi Cito Gakso Dalam "Punk Galore"

Setelah sukses dengan MS. MONDAINE dan BETTER DAYZ yang makin memantapkan karakter Cito Gakso sebagai seorang rapper, belum lama ini ia kembali merilis single terbarunya yang berjudul PUNK GALORE yang single ke-3...

Keep Reading