- Arts
Kolaborasi Claudia Bosse dalam "the last IDEAL PARADISE"
Apa jadinya bila pengunjung yang datang dalam sebuah pertunjukan bisa ikut serta untuk mengikuti sajian yang ada? Hal inilah yang akan dihadirkan oleh “the last IDEAL PARADISE”. Pertunjukan ini adalah sebuah suguhan hasil kerja sama antara Goethe-Institut Indonesian dengan PFN yang turut didukung oleh Kementerian Luar Negeri Jerman serta Kedutaan Besar Austria yang ada di Jakarta. Pertunjukan ini sendiri terjadi bekat sebuah riset dan perjumpaan Claudia Bosse yang berlangsung di Jakarta pada tahun 2018 dan 2019 silam.
Claudia merupakan salah satu founder dan direktur artistik Teatercombinat, sebuah institusi transdisipliner yang berbasis di Wina. Karyanya dikenal luas bukan main di dunia internasional pada festival, teater, museum maupun ruang kota di Zagreb, Praha, Jenewa, Berlin, New York, Tunis, Kairo, Athena, Podgorica, Wina, Graz, Hamburg, Frankfurt, Düsseldorf, dan banyak lagi.
Pertunjukan ini merupakan sebuah karya lintas disiplin antar performa dan seni visual yang dihadirkan di sebuah latar yang terbuka. Dalam suguhannya, para penonton yang hadir dapat secara langsung untuk berinteraksi dan bergerak dengan bebas. the last IDEAL PARADISE merupakan instalasi, koreografi, dan performa sekaligus suatu inventaris proses kerja yang menggabungkan masa kini dan masa lalu politik dengan ritual dan mitos. Karya ini mempertanyakan rezim-rezim saat ini dan kemungkinan untuk hidup berdampingan.
Judul the last IDEAL PARADISE akan memvisualkan suatu hal dari penampilan yang ada, yaitu, “Surga dengan beragam makna dan fungsinya.” Dengan melihat konstelasi kontemporer dan historis melalui lensa malapetaka, keguncangan, serta pergolakan pribadi dan politik, karya ini akan menelusuri berbagai potongan antara politik, agama, serta hubungan antara negara dan individu. Dikemas sebagai permainan kata dan komposisi yang absurd.
“Performa ini menimbulkan berbagai pertanyaan mengenai masa kini kita dan memberi tempat untuk merenungkan pertanyaan-pertanyaan ini, baik secara individual maupun kolektif. Kami merasa bahwa tema-tema yang diangkat – dan juga caranya tema-tema itu diangkat – sangat beresonansi dengan konteks di Indonesia. Kami bergembira bahwa ada begitu banyak pihak dari seluruh Indonesia yang turut berkolaborasi untuk membentuk edisi Jakarta dari the last IDEAL PARADISE. Untuk karya yang spesifik-lokasi, tempat berlangsungnya performa menjadi sangat penting, dan kami sangat senang karena berhasil menggandeng PERUM PFN dengan kekayaan sejarahnya dan tempatnya yang memukau di Jakarta Timur – performa ini benar-benar menyatu dengan ruang yang ada dan mengajak penonton berpindah-pindah tempat,” ucap Anna.
Instalasi dan performa yang berdurasi 2,5 jam ini memuat materi yang menyoroti pergolakan sosial dan arsip etnografis, mentransformasi semuanya dan menciptakan komunitas sementara yang rapuh dengan dan untuk penonton.
“Ketika melihat performa ini di Tanzplattform 2018, sebuah festival yang setiap dua tahun mempertemukan produksi-produksi paling menonjol dalam tari kontemporer di Jerman, kami tertarik oleh konsep yang unik dan pendekatan lintas disiplin yang khas dari the last IDEAL PARADISE,” kata Anna Maria Strauss, Kepala Bagian Program Budaya di Goethe-Institut Indonesien.
Claudia Bosse mengungkapkan, perjalanan menyusuri ruang-ruang berbeda yang dilakukan oleh setiap penonton saat menyaksikan the last IDEAL PARADISE sekaligus merupakan perjalanan melalui berbagai format artistik yang saling berbaur. “Karya ini dimulai sebagai instalasi yang dilalui sendiri- sendiri sebagai pengamat, selanjutnya menjelma sebagai koreografi yang ditonton, lalu prosesi yang diikuti, dan kemudian menjadi karya paduan suara dan akhirnya arsip hidup dari orang-orang yang terlibat, yang dijumpai hampir seperti di sebuah museum. Posisi bebas penonton berikut pilihan sudut pandang masing-masing itu penting bagi saya dalam pemahaman saya mengenai teater sebagai ruang negosiasi kolektif, tempat aspek puitis dan politis bertaut di dalam ruang,” kata Claudia Bosse.
Teks: Adjust Purwatama
Visual: Arsip Goehte-Institut Indonesian
SKJ'94 Kembali Menghentak Lantai Dansa

Penamaan genre musik rasanya sudah menjadi hal umum sekarang ini. Sama seperti grup musik yang pernah mewarnai hiruk pikuk industri musik Indonesia era 2000 awal yang mengkategorikan musiknya sendiri ke...
Keep ReadingInterpretasi Pendewasaan Bagi Prince Of Mercy

Terbentuk sejak 2011 silam di kota Palu, Prince Of Mercy lahir dengan membawa warna Pop Punk. Digawangi oleh Agri Sentanu (Bass), Abdul Kadir (Drum), Taufik Wahyudi (Gitar), dan Sadam Lilulembah...
Keep ReadingKembali Dengan Single Experimental Setelah Setahun Beristirahat

Setelah dilanda pandemi covid-19, tahun 2023 sudah semestinya menjadi momentum bagi seluruh rakyat Indonesia untuk berpesta dan bersuka ria. Di sinilah momen ketika Alien Child kembali hadir dan menjadi yang...
Keep ReadingLuapan Emosi Cito Gakso Dalam "Punk Galore"

Setelah sukses dengan MS. MONDAINE dan BETTER DAYZ yang makin memantapkan karakter Cito Gakso sebagai seorang rapper, belum lama ini ia kembali merilis single terbarunya yang berjudul PUNK GALORE yang single ke-3...
Keep Reading