Arsip Dokumentasi Para Penyintas Bencana Alam di Palu

Bencana pastinya selalu meninggalkan duka yang mendalam bagi siapa saja yang merasakannya. Selain duka, kerugian juga tak lepas dari akibat yang ditimbulkan oleh bencana. Hal-hal di atas turut dirasakan oleh banyak warga yang ada di Palu, Sigi, Donggala dan Parigi Moutong (Sulawesi Tengah) pada bulan September 2018 silam. Kala itu, gempa bumi yang kemudian memicu terjadinya tsunami, likuifaksi dan penurunan muka tanah terjadi di sana. Tak ayal, bencana alam ini menjadi salah satu bencana besar yang pernah terjadi di Indonesia, khususnya Sulawesi Tengah. Menurut catatan yang dimiliki oleh Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), tercatat sebanyak 2.113 orang meninggal dunia, 1.309 orang hilang, 4.612 orang luka-luka dan 223.751 orang mengungsi di 122 titik,” lebih dari 5.000 rumah hancur dan hilang dihantam air dan ditelan tanah (data BNPB tanggal 20/10/2018).

Dari bencana alam yang terjadi tersebut, kita seharusnya sadar akan kondisi negeri ini yang sangat rentan terhadap bencana besar dan akan terjadi kembali di masa yang akan datang. Apalagi jika melihat posisi Indonesia yang berada tepat di jalur cincin api (ring of fire), dan juga menjadi lokasi pertemuan tiga lempeng tektonik besar dunia, yaitu lempeng Eurasia, Indo-Australia, dan Pasifik, Tentu saja fakta tersebut menjadi hal yang patut diwaspadai bagi kita warga negara ini.

28 September 2018 adalah waktu yang takkan pernah dilupakan oleh warga kota Palu dan sekitarnya. Pada tanggal tersebut, banyak warga yang pada awalnya bersuka cita dan berkumpul untuk merayakan hari jadi kota tersebut di dalam sebuah acara yang bernama Festival Palu Nomoni, yang selalu digelar di setiap tahunnya. Berlokasi persis di pesisir pantai d kota tersebut, bencana pun terjadi. Gempa yang tercata memiliki kekuatan 7,2 SR mengguncang Palu dan sekitarannya, tak berhenti di situ saja, 6 menit setelah terjadinya gempa, gelombang pasang Tsunami pun menghajar wilayah pesisir dengan ketinggian gelombang sekitar 5 meter (data dari Saksi Tsunami Palu, Sulteng).

“Keterbatasan pengetahuan dan referensi literasi kebencanaan yang dimiliki masyarakat Kota Palu dan sekitarnya memupuk besar kerentanan akan penanganan dan pengurangan resiko bencana. Masyarakat tak pernah menyangka gempa berkekuatan 7,4 SR itu bisa memicu tsunami meski pengalaman kegempaan sering dialami oleh masyarakat, tak ada literasi dan pengalaman yang dicatat secara kolektif karena budaya masyarakat Sulawesi Tengah sejak dulu menganut kebudayaan lisan. satu-satunya referensi pengetahuan tsunami yang kami miliki hanyalah berdasarkan ingatan dan berita tsunami yang pernah terjadi di Aceh pada tahun 2004, dimana gelombang tsunami datang dengan jedah kurang lebih satu jam setelah gempa bumi terjadi, padahal pada kenyataannya setiap wilayah memiliki karakteristik ancaman bencana yang berbeda.” Tutur pihak Forum Sudut Pandang.

Secara historis, Kawasan Teluk Palu dan Selat Makassar memang memiliki catatan sejarah panjang perihal gempa dan Tsunami. Sebelum Tsunami melanda pada 28 September 2018 lalu, dalam 200 tahun terakhir kawasan ini pernah mengalami 18 kali tsunami. Sebanyak 14 tsunami terjadi antara tahun 1820 dan 1982 (Soloviev and Go, 1984). Sedangkan sejak 1900-an hingga tahun 2001 tsunami pernah melanda Teluk Palu pada 1927, 1938, 1967, 1968, 1969, 1984, dan 1996.

Dari semua kejadian tsunami yang ada, tiga di antaranya dipicu oleh gempa dari sesar Palu-Koro, yaitu pada 1927, 1968, dan 1996 (Pelinovsky, 1997; Prasetya, 2001). Tsunami yang melanda Teluk Palu pada 1 Desember 1927 dipicu oleh gempa berkekuatan M 6,3 dengan koordinat 0,5 LS dan 119,5 BT. Disebutkan, tinggi gelombang tsunami mencapai 15 meter (Prasetya, 2001). Gempa dan Tsunami menimbulkan kerusakan parah di Kota Palu dan Biromaru.

Sedangkan gempa bumi dan Tsunami di Desa Tambu pada 14 Agustus 1968 merupakan gempa bumi kuat yang bersumber di lepas pantai bagian barat laut Sulawesi. Akibat gempa bumi tersebut, di Teluk Tambu, antara Tambu dan Sabang, terjadi fenomena air surut hingga kira- kira 3 meter dan selanjutnya terjadi hempasan gelombang tsunami.

Dari segala catatan sejarah yang ada, memang sudah sewajarnya bila masyarakat berperan untuk mencatat banyak hal dan merawatan ingatan itu untuk masa depan. Ada pula proyek dokumentasi yang dikerjakan oleh Forum Sudut Pandang dan berbagai rekanannya ini bertujuan untuk mendokumentasikan serta mengarsipkan berbagai ingatan, catatan, dan pengalaman para penyintas bencana yang pernah terjadi di tahun 1927, 1968 dan 2018 di Palu – Donggala, Sulawesi Tengah sebagai arsip pengetahuan.

Dalam rangka memperingati 2 tahun bencana alam gempa bumi, tsunami dan likuifaksi di  Kota Palu, Sigi dan Donggala, UNESCO bersama Forum Sudut Pandang Palu mendokumentasikan kisah saksi hidup dan saksi mata dari kejadian tsunami di Sulawesi Tengah tahun 1927, 1938, 1968, dan 2018. Tiga puluh kisah saksi hidup dan saksi mata telah didokumentasikan. Kegiatan ini dilaksanakan oleh Indian Ocean Tsunami Information Centre dari IOC-UNESCO, Forum Sudut Pandang Palu, Sinekoci, Universitas Tadulako, Museum Sulawesi Tengah dan didukung oleh The Charles Engelhard Foundation.

Dalam kurun waktu 2 minggu, tim produksi video dokumenter saksi hidup dan saksi mata tsunami, berhasil mewawancarai 31 informan dengan ragam latar belakang dan identitas yang mewakili wilayah terdampak bencana diantaranya Kota Palu, Kabupaten Sigi, Kabupaten Donggala dan Kabupaten Parigi.

Proyek dokumentasi ini direncanakan akan dirilis pada pertengahan bulan Oktober  2020 melalui kanal youtube, instagram dan website UNESCO dan Forum Sudut Pandang, serta Instagram dari Forum Sudut Pandang

Teks: Adjust Purwatama
Visual: Arsip dari Forum Sudut Pandang

Debut Kathmandu Dalam Kancah Musik Indonesia

Musisi duo terbaru di Indonesia telah lahir. Penyanyi bernama Basil Sini bersama seorang produser sekaligus multi-instrumentalist bernama Marco Hafiedz membentuk duo bernama KATHMANDU. Dengan genre Pop-Rock, KATHMANDU menyapa penikmat musik...

Keep Reading

Sisi Organik Scaller Dalam "Noises & Clarity"

Kabar baik datang dari Scaller yang baru saja merilis live session (8/7/23) yang kemudian diberi tajuk “Noises & Clarity”. Dalam video ini, grup musik asal Jakarta tersebut tampil membawakan 5...

Keep Reading

Single Ketiga Eleanor Whisper Menggunakan Bahasa Prancis

Grup Eleanor Whisper asal kota Medan yang telah hijrah ke Jakarta sejak 2019 ini resmi merilis single ke-3 yang diberi tajuk “Pour Moi”. Trio Ferri (Vocal/ Guitar), Dennisa (Vocals) &...

Keep Reading

Sajian Spektakuler KIG Live!

Umumkan kehadirannya sebagai pemain baru pada industri konser musik Indonesia, KIG LIVE yang merupakan bagian dari One Hundred Percent (OHP) Group menggelar acara peluncuran resmi yang juga menampilkan diskusi menarik...

Keep Reading