- Music
Dampak Pandemi Bagi Kru Musik di Indonesia
Badai bernama Covid-19 telah berhasil meluluhlantakan pelbagai sektor industri dan segala macam aktivitas di dalamnya. Tak terkecuali industri hiburan. Sejak Maret lalu, ketika pemerintah Indonesia mulai memberlakukan pembatasan jarak sosial untuk menekan penyebaran virus, secara otomatis segala gelaran yang berpotensi menciptakan kerumunan masa dengan terpaksa harus dibatalkan maupun ditunda sampai waktu yang tak bisa ditentukan . Tak hanya para penyelenggara acara saja yang terimbas dari wabah ini, namun para musisi, kru musik, penata lampu, vendor sound system dan lain sebagainnya turut terkena imbas.
Banyak dari vendor sound maupun panggung memutuskan untuk menghentikan sementara operasionalnya, karena tidak adanya pemasukan finansial yang biasa mereka dapatkan dari industri hiburan seperti biasanya. Para karyawannya pun dengan terpaksa beralih profesi sementara untuk tetap menunjang kehidupan mereka sambil berharap wabah cepat berakhir. Seperti yang kini dilakukan oleh Bayu Fajri, pemilik rental sound system Segarsvara. Alih-alih berdiam diri, Bayu bersama para karyawannya yang masih bertahan –karena yang lainnya memilih untuk pulang kampung- ia memanfaatkan situasi dan fasilitas yang ada. Ketika semua orang berdiam di rumah dan tak berani untuk membeli kebutuhan makanan di pasar, dengan kondisi seperti itu Bayu melihat peluang usaha baru yaitu Delivery Grosery. Dengan memanfaatkan mobil pick-up yang biasa digunakan untuk mengangkut sound system dan kini sedang menganggur. Dengan tetap memperhatikan protokol kesehatan ia berangkat ke pasar tengah malam dan membeli segala macam bahan makanan yang biasanya dibutuhkan oleh para ibu-ibu rumah tangga, seperti sayur mayur, ikan, daging dan lain sebagainya. Jika sebelumnya pelanggan yang ia tangani adalah para event organizer, kini para pelanggannya adalah ibu-ibu rumah tangga.
“Lumayan mas, yang penting bisnis berputar dan pegawai bisa dibayar. Memang tidak sebesar soundsystem” kata Bayu, dikutip dari postingan Instagram fotografer Beawiharta.
Di lain sisi yang juga tak kalah terpukul dari pandemi ini adalah para roadies atau kru musik. Terlebih mereka yang menggantungkan hajat hidup sepenuhnya dari menjadi teknisi pada sebuah band atau musisi. Meskipun sosok mereka kadang tak terihat, namun keberadaannya begitu penting bagi para musisi. Sepinya panggung pertunjukan secara offline membuat mereka kelimpungan, segala upaya dilakukan agar tetap bertahan dalam terpaan pandemi yang juga tak kunjung mereda ini. Seperti yang kini dilakoni oleh Judisia, roadman The Panturas. Ia mengatakan dengan adanya pandemi seperti sekarang membuat segala sesuatu berubah secara drastis, salah satunya adalah gaya hidup yang berubah total.
“Kalau disuruh ngejabarin satu-satu soal dampak kayaknya banyak banget, yang pasti gaya hidup berubah total. Khususnys buat temen-temen yang main job dan side job di dunia seni pertunjukan, pasti berubah banget” tutur Judisia.
Meskipun saat ini tren pertunjukan mulai bergeser ke ranah online dengan memaksimalkan perkembangan teknologi digital, pada kenyataannya dunia digital ini belum mampu menggantikan pertunjukan secara offline. Judisia menuturkan meskipun dunia digital ini memberikan dampak yang baik karena memang satu-satunya pilihan yang harus dijalani, namun secara pendapatan tentu sangat berbeda dengan konser-konser offline.
“Dampaknya baik, karena emang cuma itu jalan satu-satunya yang harus dijalanin, ga ada pilihan lain. Berubah ke digital atau mati suri sampai ga tau kapan. Gak sama doong dan cukup jaaaauh dari kata sama, masih enak konser offline” lanjut Judisia ketika ditanyai mengenai bayaran yang biasa didapat dari konser online.
Setidaknya ada 15 panggung The Panturas yang dibatalkan selama kurun waktu bulan Maret sampai dengan Mei. Untuk mengisi kekosongan Judisia pun mencari pekerjaan sampingan yang bisa dikerjakan secara online.
Cerita lainpun bersambut dari kota Yogyakarta. Dinasti Garuda Bangsawan atau yang biasa dipanggil Geger adalah salah satu kru band rock nyeni asal Yogya, FSTVLST yang turut terdampak oleh pandemi. Ia mengatakan dengan adanya pandemi ini sangat merugikan, terutama pada aspek ekonomi. Geger yang yang sudah bergabung menjadi kru FSTVLST sejak sekitar tahun 2004 ini telah sepenuhnya menggantungkan hidup pada industri hiburan, terutama menjadi kru panggung FSTVLST.
“Dampaknya, intinya gak berpenghasilan. secara otomatis itu berpengaruh dlm setiap aspek kehidupan, lebih lagi guna mencukupi kebutuhan keluarga sehari-hari” ungkap Geger.
Selama pandemi merebak, diikuti dengan sepinya panggung dan diteror oleh ketakutan, bagi Geger tak ada perkembangan yang signifikan di ranah industri hiburan.
“Dalam pandemi menurut saya nggak ada perkembangannya, toh memang gak ada hiburan yg disajikan, adanya cuman penyebaran ketakutan cof**kinvid 19+ hahaha” pungkas Geger ketika dihubungi oleh Siasat Partikelir via aplikasi WhatsApp. Dengan kondisi yang sedemikian merugikan, Geger berharap keadaan kembali normal bukan new normal.
Sedangkan di lain kesempatan, saya juga berbincang dengan Soya, salah satu sound engineering yang kini menetap di Jakarta. Soya mengatakan bahwa dengan tren pertunjukan yang bergeser ke dunia digital ini membuat pendapatan para kru musik menjadi turun secara drastis, lalu aktvitas pertunjukan streamingpun menurutnya belum begitu jelas karena para sponsor belum banyak yang melihat peluang yang ada pada konser streaming ini.
“Trennya berubah, secara income turun 90% karena trendnya pindah ke streaming di social media. Selain itu sponsorpun belum banyak yang melihat karena industri hiburan yang identiknya dengan live event sekarang menjadi streaming dan moneytize’nya belum jelas.” Ungkap Soya.
Namun tren pertunjukan online ini menurutnya membawa dampak yang baik juga, dimana para pelaku seni kini semakin kreatif dengan memaksimalkan perangkat teknologi yang tersedia. Tetapi tetap saja tren pertunjukan ini tak sebanding dengan pertujukan secara offline.
“Bagus, karena orang-orang semakin kreatif dan mau belajar untuk tetap berkarya dikondisi seperti saat ini tapi dampak sosialnya banyak seperti interaksi kurang, atmosphere yang dirasakan sangat jauh berbeda dengan live event, dan mengurangi lapangan kerja” pungkas Soya.
Dengan betapa besarnya dampak pandemi bagi industri hiburan di seluruh dunia, pelbagai kampanye pun digalakan. Seperti misal kampanye #SaveOurStage yang sudah bergulir sejak bulan Maret lalu. Mereka menuntut pencairan dana pemerintah federal Amerika untuk menghidupi berbagai venue musik independen dan para kru musik di dalamnya.
Di Indonesia sendiri pelbagai gelaran yang bersifat amal untuk menunjang kehidupan para kru musik pun sudah dilakukan. Seperti misal dalam helatan RESSOunited yang digelar secara virtual pada 17-19 Agustus lalu, sejumlah pengisi seperti The Panturas, Rizky Febian, Fourtwenty, Reality Club, Rahmania Astrini, dan Oslo Ibrahim x Romantic Echoes setidaknya sudah mengumpulkan lebih dari 70.000 penonton. Gelaran tersebut membuka donasi yang nantinya akan disumbangkan kepada para kru musik maupun komunitas yang terdampak pandemi. Kemudian Godbless pasca perilisan single lagu “Untuk Indonesiaku” menggelar juga acara serupa. Dan yang terakhir adalah kampanye yang di inisiasi oleh Dewi Andriani dan Marshal Kamil. Mereka berdua membuat kampanye yang bertajuk “Bantu Kru Acara Musik, Bersama Gerakan Tahunan Gondangdia”. Melalui kampanye-nya ini Dewi dan Marshal mengajak seluruh lapisan masyarakat untuk membantu para pejuang kesenian untuk tetap bertahan. Salah satunya adalah memberikan bantuan kepada kru musik dan kru panggung.
Untuk mengakali himpitan krisis seperti yang sekarang terjadi memang salah satu jalan terbaiknya adalah melakukan gerakan-gerakan solidaritas seperti yang sudah dijabarkan diatas. Jika hanya mengandalkan kucuran dana dari pemerintah yang kian tak pasti, tentu industri hiburan khususnya ekosistem musik akan pulih dalam jangka waktu yang mungkin lama. Sedangkan orang-orang yang terdampak akan semakin terhimpit krisis, khususnya bagi orang-orang yang berada dibalik panggung pertunjukan.
Teks: Dicki Lukmana
Visual: Arsip dari Berbagai Sumber
Sisi Organik Scaller Dalam "Noises & Clarity"

Kabar baik datang dari Scaller yang baru saja merilis live session (8/7/23) yang kemudian diberi tajuk “Noises & Clarity”. Dalam video ini, grup musik asal Jakarta tersebut tampil membawakan 5...
Keep ReadingSingle Ketiga Eleanor Whisper Menggunakan Bahasa Prancis

Grup Eleanor Whisper asal kota Medan yang telah hijrah ke Jakarta sejak 2019 ini resmi merilis single ke-3 yang diberi tajuk “Pour Moi”. Trio Ferri (Vocal/ Guitar), Dennisa (Vocals) &...
Keep ReadingSajian Spektakuler KIG Live!

Umumkan kehadirannya sebagai pemain baru pada industri konser musik Indonesia, KIG LIVE yang merupakan bagian dari One Hundred Percent (OHP) Group menggelar acara peluncuran resmi yang juga menampilkan diskusi menarik...
Keep ReadingCrushing Grief Gandeng Dochi Sadega Dalam Single Terbaru

Unit pop-punk dari Manado, Crushing Grief, menggandeng Dochi Sadega dari Pee Wee Gaskins, dalam single terbaru mereka yang diberi tajuk “Hard Rain“. Single ini merupakan salah satu lagu yang diambil dari EP...
Keep Reading