- Arts
- Tidbits
Cerita Benang Baja tentang Bertahan sebagai Seniman di Makassar
Adi Gunawan adalah si Benang Baja. Nama itu ia pilih karena dirasa lumayan bernapas Indonesia. Dirinya kini telah banyak membuat banyak karya visual, baik itu untuk memenuhi hasrat idealisme dan urusan mengisi perut.
Ia memiliki dua kendaraan untuk urusan berkesenian, ada Hujan Buatan dan Rusamera, digarap bersama kawan-kawan dan istri tercinta. Hingga saat ini Adi Gunawan mengaku masih berusaha untuk menjadi seorang seniman penuh waktu.
Tanggung jawab saat menciptakan sebuah karya juga menjadi hal yang paling diperhatikan oleh si Benang Baja ini. Tentang cara berjejaring dan ekosistem seni rupa di Makassar juga tak luput dari perhatiannya.
Kemudian di sela-sela kesibukannya Benang Baja tak sungkan untuk berbincang kepada Siasat Partikelir tentang bagaimana ia berusaha bertahan hidup sebagai seorang seniman. Tapi sebelum itu, ada satu pameran yang paling dibanggakannya hingga kini, simak dibawah sini;
(2016)
Pameran tunggal ‘So Sial’
Rumata Art Space, Makassar
Menghadirkan 9 karya, 3 karya mural masing-masing berjudul Over Population 1, 2, 3 lalu 4 drawing, 1 lukisan berjudul Blood Moon, 1 lukisan diatas 115 panel kayu berjudul Dialog Diri.
Pertama-tama, kenapa memilih nama Benang Baja sebagai alias?
Karena ingin punya nama pena saja sebetulnya, tapi yang terdengar agak Indonesia. Dan waktu itu di beberapa akun sosial media saya, saya pakai nama Benang Baja. Karena nama Adi Gunawan sudah banyak dipakai orang lain.
Selain berkarya sendiri, anda memiliki dua buah unit kreatif bernama Hujan Buatan dan Rusamera, boleh diceritakan?
Hujan Buatan itu project saya dan beberapa teman yang khusus bergerak untuk commissioned work mural dan desain. Karena menurut kami harus ada yang memodali proses kekaryaan kami, toh lukisan dan patung enggak terus-menerus laku, sedangkan keinginan membuat karya itu juga tidak bisa dibendung. Sedangkan Rusamera adalah art merchandise yang saya buat bersama istri saya, Ina. Awalnya cuma bikin untuk selingan pengisi booth saat sedang pameran, tapi karena permintaan teman-teman untuk melanjutkan ini, jadi kami sikat saja kesempatan yang ada.
Mempunyai dua sumber penghasilan dari seni, berarti sekarang sudah terjun sebagai seniman penuh waktu?
Iya, tapi sampai saat ini masih mencoba sih untuk menjadi seorang seniman penuh waktu.

Setiap seniman dan kotanya masing-masing tentu memiliki kendala saat membuat suatu karya. Kalau di Makassar sendiri, apa yang paling dirasa ?
Kalau menurut saya di Makassar itu perihal material. Karena di sini cukup sulit mencarinya, jadi kalau butuh ini butuh itu harus pesan secara online. Selain itu, mungkin soal lingkungan di Makassar. Di sini kalau tidak punya niat yang besar untuk berkarya, pasti akan terombang-ambing meskipun lingkungannya berada di kampus seni.
Tentang lingkungan, bagaimana lingkungan yang ideal untuk berkarya menurutmu?
Menurut saya kondisi yang ideal adalah ketika seseorang punya tanggung jawab atas profesinya. Kalau berjejaring menurut saya bukan masalah lagi di era seperti sekarang, kalau ekosistem seni yang terbangun di Makassar yang saya amati seperti pola seni untuk hidup saja. Sedangkan menurut saya, ya karya harus dimodali. Jadi, di Hujan Buatan kami menerapkan pola seperti itu, 50% penghasilan kami untuk kekaryaan, sisa 50% lagi ya bebas untuk digunakan apa saja.
Berarti harus ada sistem bisnis di dalam sebuah proses berkesenian ya agar semuanya bisa tetap berjalan?
Mungkin lebih tepatnya dibilang kalau dua hal tersebut adalah dua hal yang saling melengkapi.
Untuk proses berkeseniannya itu sendiri, siapa seniman favorit Benang Baja yang karyanya cukup menginspirasi?
Kalau seniman mungkin Takashi Murakami dari Jepang yang menjadi influecne terbesar saya. Jepang-nya berasa sekali di karya-karyanya. Kalau untuk proses berkarya itu sendiri, saya selalu mulai dengan drawing karena setelah itu drawing-nya bisa dipindahkan ke beberapa medium. Sesederhana itu.

Benang Baja saat ini bekerja sebagai ilustrator. Apa pekerjaan tersebut mempengaruhi idealisme dalam membuat karya?
Bekerja sebagai ilustrator dan desainer grafis itu mengharuskan saya bisa menggambar dengan gaya apapun, dari mulai cover band metal sampai desain jilbab. Disitu saya menemukan sesuatu yang menarik, karena seni bisa menjadi indah dan sangat buruk. Tema karya yang saya ciptakan dari dulu sampai sekarang masih di tema bagaimana seniman menjadi seniman, karya itu yang sedang saya alami dan detailnya saya mengerti.
Seni bisa menjadi indah dan sangat buruk, bagaimana maksudnya?
Maksudnya seperti ini, saya hidup di lingkungan keluarga Muslim. Ya seperti benturan ketika menggambar makhluk bernyawa adalah hal yang buruk menurut keyakinan mereka, tapi ketika medianya tepat, itu bisa mereka terima.
Tentu lumayan sulit ya untuk meyakinkan orang tua untuk ambil sekolah seni rupa saat itu?
Panjang sih. Awalnya dulu suka banget gambar karena hobi nonton kartun. Nah dari sana lama-kelamaan baru tahu, kalau orang yang suka gambar itu namanya seniman. Lalu mencari tahu tanya ke guru seni rupa waktu sekolah menengah, dan diarahkan untuk ke kampus yang ada jurusan seni rupanya. Lalu keraguan berikutnya muncul, pasti nanti orang tua bingung, kalau jadi seniman cari uangnya darimana? Mungkin karena faktor orang tua saya yang pedagang juga, mereka selalu mengarahkan saya untuk jadi pegawai negeri, apapun bidangnya yang penting pegawai negeri. Dari sana saya berpikir, kayaknya harus ambil pendidikan seni rupa biar mereka mengizinkan. Nah, lalu masuklah saya ke jurusan pendidikan seni rupa. Tapi saat di kampus saya enggak fokus ke pendidikannya, seperti soal SPP dan membuat silabus untuk bahan mengajar siswa. Saya lebih memilih praktik kekaryaan, jadi mulai sharing dengan teman-teman dan senior di kampus yang tujuannya sama.
Lalu apa yang akhirnya membuat orang tua menyetujui anda menjalani profesi di bidang seni?
Orang tua saya tahunya kalau saya lulus dari sana, saya akan jadi guru seni rupa, bukan seniman. Sampai saat ini bahkan masih saya rahasiakan.
Wah menarik, pasti akan datang waktunya tuh untuk ketahuan.
Sampai terakhir berkabar dengan mereka kayaknya mereka masih merasa saya mencari uang dari mengajar honorer. Tapi nanti pelan-pelan akan saya kasih tau sih. Ya dengan meyakinkan kalau saya hidup dari profesi ini. Tapi yang pasti saya enggak akan cerita tentang susahnya jadi seniman kali ya, jadi nanti cerita tentang yang mudah-mudahnya saja sebagai seniman ke mereka. Saya mau memberi gambaran bahwa seniman juga bisa kaya kok.
Untuk di kota Makassar sendiri, apakah Benang Baja termasuk yang rajin berada di komunitas seni rupa? Misalnya menggagas sebuah pameran atau menggelar workshop seni.
Lumayan rajin sih, menghadiri pameran dan workshop di Makassar Soalnya jarang juga sih ada pameran di Makassar. Menurut saya, pameran masih jalan terus meski secara mikro. Tapi kami yakin kalau sesuatu yang dikerjakan terus-menerus akan menjadi sesuatu yang baik.

Kalau soal isu, apa yang kini mengemuka di dunia seni rupa di Makassar menurut pengamatan anda?
Topiknya kebanyakan tentang kesepadanan profesi sih. Karena kegelisahan teman-teman di sini masih sama, di Makassar atau Sulawesi Selatan pada umumnya, kalau kamu bukan pegawai negeri, maka cukup susah diterima di keluarga manapun. Teman-teman saya sebagaian mengalah dan memilih menjadi honorer (semi pegawai negeri). Karena menjadi pegawai negeri disini susah banget katanya, bingung kan jadinya?
*) Benang Baja (Adi Gunawan) adalah salah satu finalis Siasat Trafficking – Europe Calling untuk bidang visual.
teks dan wawancara: Yulio Abdul Syafik
foto: Dokumentasi Benang Baja
Menyajikan Lebih Dari Musik!

Familiaxshow telah sampai pada seri ke-7 yang akan digelar pada 18 September 2022. Gig 3 bulanan sekali ini pertama kali digulir 6 Maret 2020 dengan fokus memberikan ruang bagi lineup...
Keep ReadingGeliat Kreatif Dari Sulawesi Tengah Dalam Festival Titik Temu

Terombang-ambing dalam kebimbangan akan keadaan telah kita lalui bersama di 2 tahun kemarin, akibat adanya pandemi yang menerpa seluruh dunia. Hampir semua bentuk yang beririsan dengan industri kreatif merasakan dampak...
Keep ReadingMemaknai Kemerdekaan Lewat "Pasar Gelar" Besutan Keramiku

Di pertengahan bulan Agustus ini, ruang alternatif Keramiku yang mengusung konsep coffee & gallery menggelar acara bertajuk “Pasar Gelar” di Cicalengka. Gelaran mini ini juga merupakan kontribusi dari Keramiku untuk...
Keep ReadingSemarak Festival Alur Bunyi Besutan Goethe-Institut Indonesien

Tahun ini, Goethe-Institut Indonesien genap berusia 60 tahun dan program musik Alur Bunyi telah memasuki tahun ke-6. Untuk merayakan momentum ini, konsep Alur Bunyi tetap diusung, namun dalam format yang...
Keep Reading