Bottlesmoker: Tanaman adalah Teman

Bottlesmoker yang digawangi oleh duo elektronika asal Bandung yaitu, Anggung Suherman (Angkuy) dan Ryan Adzani (Nobie) selalu memantik pembicaraan yang nyaris tak pernah selesai di kancah musik independen. Dalam proses berkaryanya selalu ada saja suatu hal baru yang mereka tawarkan, mulai dari sisi teknis sampai ke ranah yang cukup filosofis. Dengan membawakan musik elektronik kekinian yang menggabungkan techno dengan tribal, psychedelic hingga musik ambient dengan suasan pasifik, mereka kerap menghadirkan bentang suara khas Asia Tenggara khususnya Indonesia. Maka tak aneh jika kemudian karya-karyanya tak hanya digandrungi oleh penikmat musik skala domestik saja namun juga skala penikmat musik mancanegara. Beberapa helatan Internasional pun pernah mereka jajal, seperti Laneway Festival, Transmusicles, Big Mount Music Festival, Zandari Festa dan lain sebagainya.  

Dalam proyek terbarunya yang dilakukan beberapa bulan ke belakang, Bottlesmoker menghelat sebuah pertunjukan luring, yaitu membuat sebuah konser khusus untuk tanaman yang bertajuk Plantasia. Tak cukup di situ, beberapa minggu lalu mereka pun merilis sebuah videoklip yang berjudul” Tortuga”. Dibalik proses kreatifnya selalu terselip kisah-kisah unik dan menarik. Musik yang mereka hadirkan akhirnya tak hanya sebatas bebunyian semata, lebih jauh dari itu ada hal-hal filosofis yang melatari aksi dan karyanya.   

Ihwal pengalaman dan ide dibalik karya-karyanya selalu menarik untuk disimak. Berselang beberapa hari pasca perilisan videoklip baru itu, kami berkesempatan untuk mewawancarai Anggung Suherman (Angkuy) secara online, membicarakan segala sesuatu tentang proses dibalik Plantasia, Tortuga dan semesta inspirasi yang melingkupinya. Berikut adalah perbincangan kami bersama Angkuy.     

Hallo Bottlesmoker.. Apa kabar Bandung hari ini?

Alhamdulillah Bandung hari ini sangat cerah, sunsetnya bagus banget hari ini. Jam 5 sore masih terang benderang

Bulan-bulan kemarin Bottlesmoker membuat konser Plantasia. Bagaimana respon setelahnya?

Wah konser Plantasia sih di luar dugaan, dapet feedback yang luar biasa dari banyak pihak. Yang awalnya kita berharap ini hanya sebagai konten yang menarik aja gitu, terus tiba-tiba bisa jadi satu movement  yang sangat besar lah, bisa dikatakan sangat besar karena akhirnya kami jadi ke tarik ke market yang sangat besar yang baru bagi kami, yaitu market pecinta tanaman dan ternyata di market pecinta tanaman ini kuenya gede hahaha.

Jadi ya feedback sebenernya di luar kendali ternyata mengajak kami untuk terjun langsung membuat punya proyeklah tentang tanaman, ini kayaknya bakal jadi proyek panjang sih, dan jujur setelah konser Plantasia banyak banget proyek yang sedang direncanakan dan akhirnya merusak timeline yang sudah ada yang sudah kita miliki, dalam artian berarti luar biasa sih ini feedback nya. 

Bisa diceritakan sedikit bagaimana akhirnya Bottlesmoker memutuskan untuk membuat konser Plantasia? Idenya dari mana dan ada misi apa dibelakangnya.

Ide awalnya sangat sederhana ya si konser Plantasia ini. kita itu hanya ingin membuat konten yang kontennya tuh offline gitu. Karena sebelum-sebelum konser Plantasia tuh kita cukup banyak live streaming dan itu cukup membosankan, jenuh. Akhirnya kita ngobrol gimana ya caranya kita bikin konser offline tapi tetap aman secara protokol kesehatan gitu. Sambil mencari ide kita tuh memang sedang mengerjakan album ke-5 kan, album “Puraka”, dan album itu memang mengangkat hubungan manusia dengan alam.  Jadi memang lagi banyak nyari judul lagu tuh dari menonton film, dari baca buku, dan lain-lain. Dan akhirnya kita tuh menemukan buku yang sudah lama terus kita baca, nama bukunya tuh “Halusinogenic Plant”, buku yang menceritakan tentang maping tanaman yang memiliki halusinogen. Di bagian pertamanya di buku itu tuh menceritakan tentang peradaban manusia di beberapa suku di dunia bagaimana mereka (suku tersebut) melakukan treatment special kepada tanaman-tanaman halusinogenik itu. Karena halusinogenik plant itu digunakan untuk mediator bagi mereka berkomunikasi dengan sang pencipta. Jadi sebelum ritual mereka mengkonsumsi halusinogenik plant dengan berbagai cara terus abis itu mereka ritual dan berkomunikasi dengan sang pencipta. 

Nah dari buku itu kita jadi  teringat  bahwa di Indonesia zaman dulu, khususnya di Sunda ada Tarawangsa gitu ya ritual di Sumedang khususnya dan di daerah lain di Rancakalong yang mengkhususkan kepada padi gitu, ada special treatment kepada padi, dan terbentuklah sosok-sosok seperti Dewi Sri, dan lain-lain. Dari situ kepikiran yaudah kita bikin aja nih special treatment  ke tanaman bentuknya ya kita kasih musik gitu. Wah iya iya jadi inget tuh kalo bikin musik buat tanaman tuh jadi inget  dulu ada musisi elektronik namanya Mort Garson orang Canada, dia itu di tahun 70-an bikin album nama albumnya tuh Mothers Earth’s Plantasia. Jadi emang album itu didedikasikan buat tanaman-tanaman dia.

Nah dari situ  jadi kepikiran, semakin yakin lah gitu kayak “wah oke juga nih udahlah fix ini mah kita bikin spesial treatment kepada tanaman” jadi bikin konser yang musiknya khusus untuk tanaman. Nah setelah ide itu muncul kita juga dikasih petunjuk tuh sama temen kalo di Barcelona ada konser tanaman juga, bukan konser sih tapi lebih ke perfoming art lah. Dari situ keyakinan kita semakin bulat. Yaudah kita percaya diri bikin konser offline untuk tanaman, tanpa ada kerumunan masa disitu, secara protokol kesehatan ini aman banget jadinya yaudah jadi kita membuat musik yang khusus untuk tanaman. Itu sih ide awalnya

Terus misinya ya sebenernya di situ kita ingin berkarya aja sih tapi mediumnya tanaman, sesederhana itu.          

Bicara tentang Bottlesmoker sepertinya selalu ada hal baru yang ditawarkan. Darimana saja sumber inspirasinya?

Sumber inspirasi dari ide-ide selalu ada bisa dikatakan mostly dari literasi sih. Baik itu buku, jurnal ilmiah atau obrolan-obrolan sederhana di forum-forum tertentu gitu. Jadi mostly idenya kebanyakan dari situ sih, dari apa yang kita baca dan temukan di sekitar. Terus biasanya dari hal yang sederhana itu kita kumpulkan atau susun pola-polanya dengan apa yang kita miliki, dihubungkan dengan sejarah A, dihubungkan dengan pengalaman B, dan lain lain. Akhirnya jadi sesuatu yang mungkin baru lah bagi banyak orang.    

Ditengah pandemi yang tak kunjung berakhir, sepertinya Bottlesmoker masih menjadi duo yang super produktif. Bisa dibagikan bagaimana kiat-kiat untuk menjaga semangat dalam berkarya? khususnya untuk para musisi independen

Disaat pandemic ini sebenernya tidak ada perubahan ya dengan apa yang kita lakukan sebelum pandemic, dalam artian memang kami sebelum pandemic sudah punya persepsi tentang pendapatan si project kita itu tidak bisa digantungkan pada panggung gitu, pada event, karenaya kami sejak dua tahun ke belakang mungkin bisa dikatakan panggung kita tuh tak sebanyak panggung-panggung sebelumnya atau jika dibandingkan sama band-band lain pasti ya banyak band lain lah dibanding kita. Makanya dari situ kita melihat bahwa karena musik kami tidak bisa dipaksakan untuk panggung-panggung yang sangat banyak ini tapi tidak cocok secara musik, secara konsep, dll akhirnya kami berpikir kita harus mencari ide-ide lain yang bisa survive, jangan mengandalkan panggung. Ya akhirnya kita berpikir untuk memanfaatkan platform digital ini dengan kemampuan-kemampuan kita membuat sesuatu yang berbeda, sesuatu yang inovatif, bereksperimen dengan hal-hal yang baru gitu. Itu lah ya yang menjadi tips buat temen-temen lain bahwa apa yang kita lakukan adalah kami tidak mengandalkan panggung sejak pandemic. Jadi ketika pandemic ini tidak ada panggung, kami memang kebetulan sudah siap dengan konsep-konsep yang bisa ditawarkan kepada pasar yang tidak berhubungan dengan panggung. Akhirnya kita beruntung sih.   

Bottlesmoker merilis MV bertajuk Tortuga. MV tersebut diproduksi sejak kapan dan ada gagasan apa dibaliknya?

Tortuga itu secara lagu ditulis tahun 2019 ya, bulan September tanggal 1 kalo gak salah. Kemudian videoclip nya itu digarap akhir-akhir 2019, kita bikin waktu itu di Bandung. Tapi ketika kita bikin videonya, lagunya tuh masih 90% lah. Nah ternyata ketika ada satu moment yang membuat kita merasa lagu ini harus diubah akhirnya kita ubah lah lagunya. Akhirnya si video yang kita rekam itu untuk video musik akhirya harus di ubah juga. Jadi ada vokal gitu. Akhirnya kita lanjutkan syutingnya untuk tambahan, itu dilakukan sekitar bulan Juli, tepat di hari ulang tahun saya (Angkuy) 16 Juli 2020. Nah baru dirilis kemarin 4 September. 

Nama Tortuga sendiri terinspirasi dari apa?

Jadi Tortuga itu bahasa Spanyol untuk kura-kura. Nah dibeberapa kultur zaman dulu, kura-kura itu diartikan sebagai simbol umur panjang. Kita berpikir bahwa simbol ini tuh adalah sebuah personifikasi dan simbolnya tuh sesuai sama harapan kita. Kita ingin sustaine ingin hidup panjang dengan menjaga alam kita gitu. Karena kalau alam kita rusak ya sama aja dengan bahwa hidup kita juga akan rusak, akan pendek gitu. Nah si Tortuga ini adalah personifikasi tentang mother earth’s gitu. Mother Earth’s ini punya harapan berumur panjang. 

Mengingat Bottlesmoker adalah pembuat musik nir-lirik, apakah ide atau gagasan-gagasan Bottlesmoker mampu sampai ke yang mendengarkan?

“Tortuga” memang jadi salah satu lagu yang pertama kita bikinkan lirik ya.

Nah lagu-lagu sebelumnya mungkin ini ada hubungannya dan saya yakin ini memang karena dasar ini jadi kita punya background akademik itu di broadcasting khususnya di radio. Di perkuliahan itu kita selalu dijejali teori tentang teori Theater of Mind, di mana audio atau musik itu bisa membuat seseorang merasa berada di suatu tempat tertentu atau merasa berada di suatu waktu tertentu. Makanya itu yang bisa membuat kita membentuk suatu tempat, suatu imajinasi, suatu dimensi, suatu waktu melaui musik kepada orang yang mendengarkan. Mungkin itu yang jadinya bisa membuat orang merasakan sesuatu ketika mendengarkan lagu tersebut karena adanya dasar yang kita miliki tentang theater of mind gitu.      

Adakah kiat-kiat khusus untuk mendengarkan musik Bottlesmoker  bagi pemula?

Eeemh apa ya hahaha

Mostly sebenernya didengarkannya harus sendirian sih. Mungki bisa start dari album “Slow Mo Smile” (2008), mungkin itu yang cukup orang bisa banyak kena langsung gitu, itu bisa didengarkan secara sendirian sambil beraktivitas yang butuh konsentrasi tinggi gitu ya. kalo yang lainnya sebenernya bisa didengarkan sambil nyetir, sambil baca buku. Parakosmos (2017) mungkin lebih sulit ya, dia perlu konsentrasinya lebih tinggi lagi. Parakosmos itu bisa dikatakan kalau kamu berhasil mencapai satu titik tertentu secara dimensi, itu kamu bisa merasakan pengalaman yang spiritual jorney sih.     

Di Sumonar Fest 2020 kemarin Bottlesmoker tampil prima dan kembali menghadirkan konsep tanaman dengan semburat cahaya yang apik. Bagi Bottlesmoker sendiri apakah tanaman memiliki makna khusus? sampai di pusti-pusti sedemikian rupa.

Di Sumonar Fest kemarin kalo tanaman sebenrnya karena venue nya aja sih, kita maennya di bahah pohon rindang gitu. Sebenernya bukan yang kita setting sedemikian rupa ya, tapi di Sumonar Fest itu kita mainnya di bawah pohon rindang yang ada tanaman-tanamannya gitu. Terus ketika ada lampu, visual, lighting yang laser gitu jadinya ada suasana yang berbeda gitu. Dan ketika berbicara tentang lighting ya betul sih itu memang yang sudah sering kita lakukan lah, format-format yang seharusnya ideal menonton Bottlesmoker itu dengan adanya visual atau  lampu gitu. 

Kita memaknai tanaman sederhana sih ya sebenernya, bukan suatu hal yang gimana lah gitu. Biasa aja jadi kayak semacam pakaian atau sepatu yang bisa menjadi partner atau teman. Tapi seneng sih sekarang jadi tren banget  soal tanaman itu.   

Ucapkan mood Bottlesmoker hari ini dalam satu jenis tanaman!

Kaktus!

Teks: Dicki Lukmana
Visual: Arsip dari Bottlesmoker

SKJ'94 Kembali Menghentak Lantai Dansa

Penamaan genre musik rasanya sudah menjadi hal umum sekarang ini. Sama seperti grup musik yang pernah mewarnai hiruk pikuk industri musik Indonesia era 2000 awal yang mengkategorikan musiknya sendiri ke...

Keep Reading

Interpretasi Pendewasaan Bagi Prince Of Mercy

Terbentuk sejak 2011 silam di kota Palu, Prince Of Mercy lahir dengan membawa warna Pop Punk. Digawangi oleh Agri Sentanu (Bass), Abdul Kadir (Drum), Taufik Wahyudi (Gitar), dan Sadam Lilulembah...

Keep Reading

Kembali Dengan Single Experimental Setelah Setahun Beristirahat

Setelah dilanda pandemi covid-19, tahun 2023 sudah semestinya menjadi momentum bagi seluruh rakyat Indonesia untuk berpesta dan bersuka ria. Di sinilah momen ketika Alien Child kembali hadir dan menjadi yang...

Keep Reading

Luapan Emosi Cito Gakso Dalam "Punk Galore"

Setelah sukses dengan MS. MONDAINE dan BETTER DAYZ yang makin memantapkan karakter Cito Gakso sebagai seorang rapper, belum lama ini ia kembali merilis single terbarunya yang berjudul PUNK GALORE yang single ke-3...

Keep Reading