Bagaimana Wake Up Iris! Merasakan SXSW 2018

Rute panjang untuk mencapai Austin, Texas, ditempuh oleh Bie Paksi dan Vania Marisca dari Wake Up Iris!. Mereka perlu 26 jam total, terbang dari Jakarta ke Taipei, lalu Los Angeles dan akhirnya Austin. “Itu yang awalnya kita ngobrol terus di pesawat dan excited sekali, lama-lama loyo juga dengan flight sepanjang itu,” kenang Vania. Di Austin, sebagai salah satu pemenang Go Ahead Challenge (GAC), mereka akan menjadi salah satu penampil sekaligus mengalami SXSW, showcase festival paling semarak di muka bumi ini.

Di SXSW, mereka dijadwalkan untuk manggung mengiringi Kimokal, bersama Riri Ferdiansyah pemain bas milik Semiotika.

Diakui oleh Vania, Wake Up Iris! sebetulnya sudah memiliki keinginan untuk terbang ke SXSW sejak tahun 2015. Namun karena satu dan lain hal, niatan itu urung terwujud. Mereka amat tertarik dengan apa yang ditawarkan oleh SXSW yang memang memiliki banyak konferensi musik dan networking dengan para peggiat musik dari seluruh penjuru dunia.

(Asia Music Biz Meet Up)

“Sebelum berangkat saya sudah niat sekali untuk masuk ke kelas yang di dalamnya ada Elon Musk, pendiri bisnis perusahaan transportasi luar angkasa SpaceX,” terangnya.

Vania dan Bie mengaku senang mengikuti sejumlah sesi networking selama di SXSW 2018. Dalam satu kesempatan, mereka sempat hangout dengan para seniman dari Korea Selatan. Kemudian Vania dan Bie mendapat satu nama rekomendasi yang harus dicek, “Mereka bilang ke kami, kalau nanti malam harus nonton Yeohee, solois dari Korea yang besar di Jepang,” ceritanya lagi.

(Asia Meet Up Showcase)

Benar saja, penampilan Yeohee menurut mereka sungguh memukau, dan beruntungnya lagi, mereka sempat bertemu Yeohee di kawasan foodcourt, jadilah semakin berbincang panjang lebar untuk saling bertukar pengetahuan. Vania dan Bie sukses mendapatkan kontak produser musik dari Yeohee, kesempatan ini, bagi mereka, harus diolah ke langkah berikutnya.

“Kalau yang saya perhatikan SXSW 2018 banyak membahas tentang artificial inteligence yang disatukan dengan musik sebagai topik hangat di beberapa kelas. Seru, kebetulan topik ini memang menarik perhatian kami,” tambah Vania.

SXSW memang menarik, tapi bukan berarti tanpa celah. Bie sang kekasih sempat merasakan itu. “Saya sempat masuk ke salah satu kelas, judulnya sih branding musik. Wah keren ini pikir dalam hati, eh ternyata malah jualan aja isinya. Mereka dari manajemen Katy Perry.”

Dua sejoli ini juga mengangguk setuju kalau sesi dari Lyor Cohen, keynote speaker dari Youtube dan Google Music menjadi satu yang menarik bagi mereka. Selain itu, konferensi tentang sejarah CBGB yang disampaikan langsung oleh Chris Frantz (Talking Heads), David Fricke (Rolling Stone USA) sampai Richard Lloyd (Television) juga menyenangkan. “Kelas CBGB ramai sekali waktu itu, Pas ditanya, siapa disini yang pernah pakai kamar mandi bawahnya CBGB? Dan banyak banget yang angkat tangan seisi ruangan. Oldskool nih,” tambah Bie.

(Wake Up Iris! & Amy Lombardi – Tune Core)

Sesi demo listening juga tidak luput dihadiri oleh Vania dan Bie. Di kelas New Music 2018, sebuah listening session party bagi para orang-orang radio, promotor dan musisi, benar-benar dimanfaatkan oleh Wake Up Iris! untuk menyebar musik mereka, secara kesempatan ini tidak mengenal batasan. Selama berani dan mau untuk menawarkan, kemungkinan selalu terbuka lebar.

Secara umum, Vania dan Bie menilai kesempatan emas ini harus dimanfaatkan sebaik-baiknya. Sebuah paket komplit yang berisi kegiatan networking, ilmu teknis, studi banding tentang industri musik saat ini, sampai konferensi yang dihadiri oleh orang-orang penting industri kreatif.

“Yang tertarik sama pitching, kemudian perkenalan dan langsung dihampirin satu-satu. Begitu kira-kira suasana di Asia Music Biz Meet Up. Ada Venus Kitagawa seorang produser audio dan programmer di Spafax Inflight, juga ada Eamon Mulligan director product marketing di Empire Distribution, dua itu sih yang ngobrol lumayan banyak dengan kami,” lanjutnya.

(Interview VOA Indonesia)

Dan gilanya, satu yang tidak mereka sangka-sangka, ternyata ada profesi pembuat parfum khusus untuk venue musik dan para musisi. “Kami sempat ngobrol sedikit, kaget juga, dia dari Taiwan, tapi sayang kami lupa namanya,” kata Vania sembari tertawa.

Secara keseluruhan Vania dan Bie lebih banyak terpukau dengan sajian dari kawasan Asia. Mereka terkejut kalau ternyata industri musik untuk di kawasan Asia sendiri, sudah lumayan semaju itu. “Paling seru juga waktu nonton band-band di China Band Night Out, wah keren semua itu,” tambah Bie.

Bagaimana musik bisa dieksplor hingga merambah dan bersentuhan dengan banyak ranah, dari bisnis sampai ke pertumbuhan ekosistemnya, merupakan hal-hal yang membuat Vania dan Bie angkat topi untuk SXSW. Kesempatan untuk hadir di tiap ruang konferensi dan kelas untuk membangun networking dinilai lebih menarik dari sekedar nonton para performer.

(Wake Up Iris! & Lucy Rose)

Tidak terpaku dengan musik, mereka berdua mencoba ranah lain. Masuk ke kelas peluncuran video cinema 8K – 3D dari NHK asal Jepang. “Mulus banget, soundnya melebihi atmos. Ini video klip campuran dari live dan CGI, keren.”

“Fasenya cepat banget di SXSW, karena kami terlalu excited mungkin. Akhirnya tidak terasa, sudah waktunya untuk pulang. Kayaknya baru penyesuain dan merasa nyaman di SXSW, eh ternyata sudah selesai saja gelarannya,” kenang mereka berdua tentang pengalaman selama berada di SXSW 2018.

(Wake Up Iris! & Ask Carol – Norwegia)

Lalu tiba waktunya pulang, Wake Up Iris! memutuskan untuk merangkai mimpi yang baru, menerapkan semua yang mereka dapat disana kedalam kehidupan bermusik yang sedang dijalani saat ini. “Karena kalau bicara mimpi, berarti itu semua harus diwujudkan,” tutup Vania seraya diamini oleh Bie kekasihnya.

teks: Yulio Abdul Syafik
editor: Felix Dass
foto: Dokumentasi Bie Paksi & Vania Marisca

SKJ'94 Kembali Menghentak Lantai Dansa

Penamaan genre musik rasanya sudah menjadi hal umum sekarang ini. Sama seperti grup musik yang pernah mewarnai hiruk pikuk industri musik Indonesia era 2000 awal yang mengkategorikan musiknya sendiri ke...

Keep Reading

Interpretasi Pendewasaan Bagi Prince Of Mercy

Terbentuk sejak 2011 silam di kota Palu, Prince Of Mercy lahir dengan membawa warna Pop Punk. Digawangi oleh Agri Sentanu (Bass), Abdul Kadir (Drum), Taufik Wahyudi (Gitar), dan Sadam Lilulembah...

Keep Reading

Kembali Dengan Single Experimental Setelah Setahun Beristirahat

Setelah dilanda pandemi covid-19, tahun 2023 sudah semestinya menjadi momentum bagi seluruh rakyat Indonesia untuk berpesta dan bersuka ria. Di sinilah momen ketika Alien Child kembali hadir dan menjadi yang...

Keep Reading

Luapan Emosi Cito Gakso Dalam "Punk Galore"

Setelah sukses dengan MS. MONDAINE dan BETTER DAYZ yang makin memantapkan karakter Cito Gakso sebagai seorang rapper, belum lama ini ia kembali merilis single terbarunya yang berjudul PUNK GALORE yang single ke-3...

Keep Reading