OUTLAB TRIP 2018 DAY 2: Panggung Pertama di Mongolia yang Menyenangkan

Di hari kedua, kami bangun cukup segar. Tidak ada kantuk yang tersisa dan langsung disambut Ulaanbaatar yang sangat cerah pagi itu. Selepas sarapan yang singkat, kami dijemput shuttle bus untuk melakukan soundcheck. Kami butuh 30 menit untuk sampai venue, kebetulan jalanan belum sibuk. Sialnya, tidak ada akses khusus untuk membawa peralatan musik kami langsung menuju backstage. Makin sialnya lagi, tidak ada juga trolley yang tersedia di venue, artinya kami dan beberapa panitia pun harus mengangkut peralatan musik kami sejauh kurang lebih satu kilometer. Memang kami pernah melakukan ini sebelumnya bahkan jaraknya lebih jauh, namun entah kenapa pagi itu hardcase terasa begitu berat. Haha.

Jadwal soundcheck kami jam sembilan pagi dan gilirannya Bottlesmoker dapat yang pertama di panggung utama Playtime Festival. Semua kebutuhan teknis kami sudah disiapkan dengan sempurna, sehingga proses soundcheck pun tidak lama. Selama soundcheck, tiba-tiba seorang kakek yang mengenakan topi koboy menghampiri kami dan menawarkan kopi buatannya. Begini katanya, “Saya dari Waldo Tent, ini kopi yang dicampur dengan susu kambing untuk kalian, semoga kalian suka.” Tidak ada satu pun dari kami yang sempat berkenalan secara personal, namun serentak kami mengucapkan, “Thank you sir!”

Jam sebelas kami sudah menganggur, tidak ada kewajiban lagi setelah soundcheck. Lalu kami putuskan untuk menuju sungai di samping area tenda penonton, sekedar untuk bersantai. Beruntungnya VIP area sudah buka, jadi kami bawa banyak beer dan minuman segar lainnya ke samping sungai. Kondisi dan suasana di sungai ini masuk kategori “terbaik”, sempat berpikir daripada pulang lagi ke hotel, mending stand by di venue saja. Minuman banyak, makanan numpuk, dan yang pasti jalanan sudah macet dan kami harus sudah stand by di venue sekitar jam empat sore. Idealnya begitu, tapi sialnya kami malah tetap memutuskan ke hotel saja karena ada godaan bisa tidur dulu dan mandi.

Ketakutan kami soal macet terjawab saat menuju hotel. Jarak tempuh jadi satu jam, tiba di hotel jam 13:45 dan kami akan dijemput kembali jam 15:30, artinya pilihan ini jadinya cuma “capek di jalan”. Tidak apa-apa, setidaknya kami bisa mandi.

Jam 15:30 kami sudah stand by di lobby hotel. Menunggu 15 menit shuttle bus tak kunjung datang. Saya coba menghubungi Gunsen, tidak ada jawaban. Saya coba menghubungi Mun, sama tidak ada jawaban juga. Setelah menunggu 30 menit tanpa ada kabar dari orang festival, kami mulai sedikit panik. Hingga jam 16:30 ketika kami masih duduk dan merokok di depan lobby hotel. Lalu Gunsen muncul. Ia menghampiri sambil lari dan meminta maaf kepada kami dan terengah-engah “Sorry, jalanan sangat memuakan dan bus tertahan jauh, kalian mending naek mobil teman saya yang lebih kecil supaya bisa ngebut. Tapi tenang, waktu sudah diatur, jadi tidak perlu khawatir soal keterlambatan ini.” Tanpa banyak bicara, kami langsung mengikuti temannya Gunsen dan lari menuju mobilnya.

Langkah yang diambil Gunsen sangat tepat, jalanan begitu macet dan dengan mobil kecil ini kami bisa menyalip dengan lebih mudah. Tiba di venue jam 17:10, ada waktu sepuluh menit untuk kami menyiapkan segalanya, dan itu tidak mungkin. Namun ternyata tiba di backstage, peralatan kami sudah di atas stage, kami tinggal menghubungkan beberapa kabel dan menyalakan beberapa alat. Cukup kaget dengan kecekatan dan kecepatan para teknisi panggung yang inisiatif untuk memasangkan set kami dengan mengikuti stage plot yang kami kirim. Jam 17:40 kami on stage, terlambat dua puluh menit dari jadwal namun tidak ada pemotongan durasi untuk set kami.

Ada banyak hal yang membedakan pertunjukan kami sore itu dengan pertunjukan yang biasa dilakukan sebelumnya. Penonton Playtime Festival memang datang untuk menikmati musik, jadi sejak lagu Ratapan Timor dimainkan sebagai pembuka set kami, mereka tak henti berdansa dan bersenyum. Energi itu memberi banyak perasaan menyenangkan, ditambah cuaca sore itu sangat cerah dan dari atas panggung pun kami bisa melihat betapa indahnya sebagian kecil Mongolia ini dikelilingi oleh pegunungan yang bergelombang dan menjulang tinggi. Pada dasarnya, kami senang dan bahagia bisa berbagi energi, spirit dan musik secara langsung di panggung utama sore itu.

Selesai pertunjukan, kami disambut beberapa teman dari Playtime Festival dan beberapa teman band dari Laybricks (Korea Selatan) dan Happy Juzz (Rusia) yang akan bermain setelah kami. Seperti di panggung-panggung lainnya kami pun bertukar kata-kata positif dan bertukar segala hal untuk tetap saling berapresiasi dan berjejaring. Setelah itu Mun memberi tahu ada beberapa orang yang membeli merch dan CD dan ingin ditanda tangani, juga ada beberapa media yang ingin interview. Kami memutuskan untuk tidak melepas kostum dan menghampiri teman-teman baru kami dan melakukan interview.

Setelah interview, kami masih terus tersenyum, tidak henti-henti bersyukur akhirnya bisa membuka panggung Playtime Festival dengan begitu menyenangkan. Setelah interviewdirector Playtime Festival menghampiri kami dan bersulang disisipi banyak kalimat positif mengapresiasi musik kami yang dimainkan secara live dan juga memberi input untuk perjalanan kami selanjutnya. Tidak berakhir di sini, salah satu director festival di Asia lainnya mengajak kami untuk bersulang di pinggir sungai. Pertama, bersulang adalah ide yang bagus. Kedua, sungai adalah tempat favorit kami di Playtime Festival ini. Ketiga, ini ajakan dari director salah satu festival yang kami kagumi. Keempat, kami sedang bahagia.

Merayakan pertunjukan kami sore itu cukup berbeda, kami bergabung dengan teman-teman baru di pinggir sungai ditemani oleh banyak suplemen yang menyegarkan, mulai dari beer hingga pemandangan Gachuurt yang sangat indah. Kami berbincang cukup lama, dihiasi canda tawa, akhirnya kami mendapat undangan untuk tampil di festivalnya. Ini adalah momen ke sekian indah dan bahagianya bagi kami tentang festival, di mana peran panggung festival mampu memberikan kesempatan untuk tampil di panggung festival lainnya. Satu hal dari semua ini adalah memang keberuntungan, namun kami yakin bahwa musik itu sendiri yang akan berbicara dan membawa kami pergi.

Kami berpisah dengan bertukar kontak di email dan FB. Saya dan Nobie masih tetap tidak berhenti tersenyum. Entah karena beer yang terlalu banyak atau memang suasana sore itu begitu indah di Playtime Festival.

Masih banyak waktu untuk dihabiskan di hari kedua ini. Sambil menunggu giliran Lightcraft tampil, kami pun ke sana ke mari berkeliling venue untuk mengamati segi artistik dan produksi festival ini. Kami mengingat dan mencatat begitu banyak hal yang bisa jadi pelajaran untuk diterapkan di festival di Indonesia. Namun, nanti saja, kami masih ingin bercerita tentang hari kedua ini. Haha.

Saat makan malam, beruntung beberapa orang dan band datang menghampiri untuk berkenalan dan berbincang dengan trigger pertunjukan kami sore itu. Ini juga bagian penting dan menyenangkan di festival, yaitu menambah jaringan. Kami bertukar banyak hal, mulai dari minuman yang tidak berhenti dituangkan hingga berbicara tentang scene musik di masing-masing daerah.

Selepas Lightcraft tampil, kami melanjutkan perayaan ini. Namun kali ini tidak ada obrolan serius, tidak ada obrolan tentang musik, tentang bisnis hiburan dan lain sebagainya, namun semuanya hampir melepaskan segala kerinduan terhadap sesuatu dan merayakan dipertemuan di satu tempat istimewa ini, yaitu Playtime Festival.

Kami pulang tepat saat Ariel Pink tampil, setengah menyesal dan setengah bersyukur. Ariel Pink adalah headliner hari ke 2, semua orang menunggu dia. Tapi pulang saat dia tampil adalah ide bagus juga untuk menghindari kemacetan, Akhirnya kami, dan beberapa band lainnya setuju pulang ke hotel dan melanjutkan pesta di hotel. Malam dilanjutkan.

 

 

teks: Angkuy
foto/dok: Saska Paloma Gladina

Sisi Organik Scaller Dalam "Noises & Clarity"

Kabar baik datang dari Scaller yang baru saja merilis live session (8/7/23) yang kemudian diberi tajuk “Noises & Clarity”. Dalam video ini, grup musik asal Jakarta tersebut tampil membawakan 5...

Keep Reading

Single Ketiga Eleanor Whisper Menggunakan Bahasa Prancis

Grup Eleanor Whisper asal kota Medan yang telah hijrah ke Jakarta sejak 2019 ini resmi merilis single ke-3 yang diberi tajuk “Pour Moi”. Trio Ferri (Vocal/ Guitar), Dennisa (Vocals) &...

Keep Reading

Sajian Spektakuler KIG Live!

Umumkan kehadirannya sebagai pemain baru pada industri konser musik Indonesia, KIG LIVE yang merupakan bagian dari One Hundred Percent (OHP) Group menggelar acara peluncuran resmi yang juga menampilkan diskusi menarik...

Keep Reading

Crushing Grief Gandeng Dochi Sadega Dalam Single Terbaru

Unit pop-punk dari Manado, Crushing Grief, menggandeng Dochi Sadega dari Pee Wee Gaskins, dalam single terbaru mereka yang diberi tajuk “Hard Rain“. Single ini merupakan salah satu lagu yang diambil dari EP...

Keep Reading